Senin, 08 September 2008

Darurat Listrik, "Teror" PLN

http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.kompascetak.xml.2008.02.25.0120488&channel=2&mn=11&idx=11
diakses 25 Februari 2008, dari Kompas

Effnu Subiyanto
Mahasiswa Magister Manajemen UGM Jogjakarta

“Teror” psikologi PLN tampaknya belum akan reda. Karena alasan gelombang laut yang tinggi, kapal-kapal pengangkut batubara tidak bisa merapat, maka seluruh jaringan interkoneksi Jawa-Bali dinyatakan dalam kondisi darurat. Defisit daya listrik saat beban puncak sudah 1.000 MW, padahal yang berhasil diproduksi PLN hanya 15 ribu MW dari kebutuhan 16 ribu MW. Jika defisit berlanjut hingga 1.500 MW, pemerintah akan menerapkan status darurat nasional listrik diikuti dengan pemadaman bergilir mulai Kamis (21/2/2008).

Pada awal Desember 2007, PLN juga sudah mengeluarkan red notice berkaitan dengan meningkatnya konsumsi listrik DKI sebesar 300 MW. PLTGU Muara Karang dan PLTGU Tg Priok tidak mampu mengatasi kenaikan beban dan terancam overload. Mendekati akhir 2007, PLTU Tg Jati B berhenti beroperasi karena kekurangan pasokan batubara. Direktur Pembangkitan dan Energi Primer, Ali Herman Ibrahim, dicopot dari jabatannya sejak 3 Januari dan permanen dalam RUPSLB 8 Januari 2008.

Warning berkali-kali yang dikeluarkan PLN mengagetkan semua pihak. Karena sebagai penyedia tunggal energi listrik, tidak memiliki kompetitor, mengusung kebijakan PSO, PLN diharapkan memberikan pelayanan terbaik kepada bangsa.

Powerful-nya PLN bahkan membuat APBN bertekuk lutut dengan menggelontor subsidi Rp 42 triliun dari rencana Rp 29,8 triliun tahun ini, sebagai perbandingan anggaran TNI untuk pertahanan hanya Rp 36,4 triliun.

Namun PLN ternyata menciderai kepercayaan rakyat, amanah itu tidak diemban penuh tanggung-jawab. Kelengahan antisipasi PLN menghadapi perubahan iklim menjadi titik utama masalah ini. Menandakan bahwa selama dekade ini, PLN tidak mengevaluasi business plan menghadapi hal-hal force majeur. Implementasi manajemen resiko sama sekali tidak dijalankan karena mengandalkan captive market 50 juta pelanggan tanpa bersusah-payah. PLN dinina-bobokkan dengan subsidi, regulasi dan PSO. Kendati selalu merugi (Rp 1,3 triliun tahun 2007) publik segan mempertanyakan, bahkan eksekutif dibagikan tantiem sebagai bonus tanpa introspeksi.

Rasio Elektrifikasi

Energi listrik diyakini memiliki daya dukung fundamental terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari statistik, negara dengan konsumsi tinggi terhadap listrik adalah negara berekonomi kuat. Malaysia misalnya, konsumsi listriknya 600 watt/orang, Jepang mencapai 1.874 watt/orang. Indonesia dengan rasio elektrifikasi 61%, hanya mampu mengonsumsi listrik 108 watt/orang. Menariknya ketika konsumsi listrik akan bergerak naik, justru PLN tidak mampu mengimbanginya.

Darurat listrik adalah pukulan telak PLN, karena sekarang ini memiliki mega proyek 10 ribu MW berbahan bakar utama batubara. Tahun 2010, PLN harus mengoperasikan 39 PLTU baru yang akan mengonsumsi batubara 50 juta ton/tahun. Jumlah ini luar biasa karena dalam sebulan minimal 4 juta ton batubara datang, dengan menggunakan tongkang ukuran 10 ribu ton maka akan hilir mudik 400 kapal, dan dalam sehari akan merapat 13 kapal. Kompleksitasnya akan rumit, dan harus sudah dipersiapkan secepatnya, kelangkaan batubara sekarang adalah test-case sederhana.

PLTN

Berulangnya krisis batubara mewacanakan pembangunan PLTN sebagai solusi. PLTN memang tidak memerlukan batubara, namun uranium dan jumlahnya tidak berkapal-kapal seperti batubara. Boleh jadi kelangkaan batubara berkorelasi dengan rencana pendirian PLTN untuk mendapatkan legitimasi..

Padahal bahan uranium-235 juga memiliki level resiko tidak kalah tinggi belum radiasinya. Riset MIT (Massachussets Institute of Technology) dan World Nuclear Association 2006, PLTN seluruh dunia saat ini mengonsumsi uranium-235 mencapai 64 ribu ton per tahun.

Baru-baru ini produsen uranium-235 terbesar dunia yakni Australia dan Kazakhstan mulai menaikkan harga 74,4% karena tingginya permintaan. Data yang dirilis Tullet Prebon Pk, uranium-235 semula USD 78/pound di pasar internasional kini bertengger USD 136/pound. Dengan mengoperasikan PLTN biaya operasional PLN akan jauh lebih mahal dibandingkan PLTU. Padahal di sisi lain menurut riset tersebut, bahan uranium-235 juga akan habis 30 tahun ke depan meski pertumbuhan konsumsi listrik 2,5% per tahun.

Yang perlu diperhatikan dari kejadian darurat listrik ini adalah akar permasalahan, PLN sebaiknya memperluas kapasitas penyimpanan batubara. Jika hari-hari normal kapasitas penyimpanan 1-1,5 bulan operasi, menghadapi musim badai laut tidak ada salahnya meningkatkan stok batubara untuk empat bulan operasi. Semoga menjadi pelajaran.


۞۞۞

Tidak ada komentar: